Aku punya sebuah kisah, tentang seseorang yang
selalu tersakiti. Seorang yang selalu kehilangan cintanya saat ia
mendapatkannya kembali. Apakah hidupnya akan selalu begitu menderita? Ia selalu
sendiri. Merasa sepi di tengah keramaian. Sunyi dalam kepungan hingar bingar.
Gelap, kelam, dan sangat dalam seperti teritori dasar laut yang tak terjamah
tangan manusia dan tersentuh hangatnya mentari. Hatinya dingin. Sedingin dan
sebeku es di kutub Selatan. Tertawa bahagia dengan semua tetesan air bening
memenuhi jiwa. Kebahagiaannya hanya terdapat pada cerita dan cinta. Ia memang
selalu mendapatkan cerita, tapi ia tak pernah bisa menggenggam cinta dalam
waktu lama. Cintanya bagai air. Tak pernah bisa ia menggenggamnya.
Ada suatu saat ia menemukan cinta yang lain.
Cintanya muncul saat bintang besar sumber kehidupan telah menghilang di sebelah
barat. Cintanya adalah malam dan bintang. Cintanya adalah bulan dan kelam.
Cintanya adalah awan dan hujan. Cintanya berwarna hitam dan kelabu dan juga
putih. Keinginannya adalah memeluk bulan. Semangatnya tak terkira untuk meraih
cintannya. Tapi orang yang telah melahirkannya, merawatnya sejak kecil,
mengasuhnya, dan membimbingnya, selalu menghinanya. Meremehkan cintanya. Tak
memedulikannya. Selalu menganggap cintanya takkan pernah berarti bagi ibunya.
Cintanya dianggap angin yang menerpa lembut. Ia sakit. Terlalu sakit untuk
menerima dan mendengarkan semua hal yang dicintainya ternoda, teraniaya,
dirampas begitu saja, tanpa belas kasihan. Sedih tak terkira, seperti jalan tak
berujung atau sumur tak berdasar. Padahal, ia begitu jatuh cinta pada malam.
Tak bisa ia bayangkan betapa sakitnya pengkhianatan cintanya. Tak ingin
kecewakan orang yang telah melahirkannya, tapi juga tak ingin mengecewakan
hatinya. Ia begitu lelah memikirkan semuanya, juga cintanya yang lain.
Ada satu cintanya, yang tak akan pernah ia
gapai. Hanya akan menjadi bayang-bayang imaji dalam benaknya. Takkan pernah.
Seseorang yang begitu ia sayangi sejak dulu. Hingga ia berusaha melupakannya
dengan penuh kesedihan. Tapi ia tak pernah bisa. Cintanya tak terlupakan. Ia
terjatuh, tersungkur, dalam kubangan lumpur penderitaan. Semua sumber
kebahagiaannnya dirampas, diambil secara paksa, dan tak pernah dikembalikan.
Hatinya menjerit, meminta pertolongan. Adakah yang ingin membantunya? Tidak
ada. Semua orang hanya melihatnya dengan tatapan menjijikan. Adalah semua
perlakuan tak menyenangkan telah ia terima. Masih adakah cobaan yang lebih
berat dari ini semua? Adakah kebahagiaan yang telah menunggunya di ujung lorong
penderitaan yang sedang ia jalani? Ataukah hidupnya hanya dalam lidah api
penyiksaan? Aku tak tahu dan aku tak bisa membayangkan jika aku mengalami semua
hal yang dialaminya. Semua derita yang ia terima, semua cinta, kebahagiaan, dan
impian telah dirampas dari dirinya. Aku tak akan kuat menghadapinya, karena aku
tak mampu bertahan untuk berdiri diatas jurang penderitaan. Aku takkan sanggup.
Tapi aku berterima kasih kepadanya. Untuk semua pelajaran hidup yang secara tak
sengaja telah ia ajarkan.
~ SELESAI ~
Minggu,
30 Januari 2011
Di
rumah
Dengan
revisi : Rabu, 25 Juli 2012
Created
by : Sunia F.a
Title
by : Ika Prahasti
Nuriana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar