Rabu, 30 Juli 2014

Mungkin

Haii.. Aloha.. :)

Lama tak jumpa, lama tak mengisi blog ini. Padahal di tulisan sebelumnya gue bilang udah punya wifi baru, jadi bisa nulis kapan aja. Tapi ternyata enggak. Entah apa yang membuat gue seperti ini. Karenanya, gue menulis beberapa patah kata sarat makna meski gue pun ga ngerti apa makna dalam setiap goresan kata. Karya ini dibuat beberapa hari yang lalu by phone dan baru sekarang gue pengen masukin ke blog. Tulisan gue berjudul sama dengan artikel ini "Mungkin". Sebenernya judul post ini sih yang gue samain dengan judul tulisan gue itu. So, here they are ~



Saat jemariku menjadi bisu. Juga tak lagi menari seperti dulu. Hanya ada ketiadaan dan sejumlah pertanyaan dalam hati. Apa yang sedang terjadi? Tiada lagi goresan tinta pena ataupun serbuk hitam pensil yang berada di sisi. Yang terlihat adalah kertas-kertas berteriak "coret aku! coret aku!" Tak tergiur lagi jemari ini bahkan hanya untuk membuat benang kusut. Kalbu yang berselimut kabut. Mungkin. Hingga tak melihat lagi apa yang mau di gores. Seolah meraung penuh harap, hidung ini rindu akan aroma-aroma aneh dari pensil dan pena juga kertas. Namun kalbu masih tertutup kabut. Masih. Beralih pada suatu rangkaian kata, jemari tetap tak bisa menari seperti dulu. Padahal beragam cerita penuh kata terus berkelebat penuh makna dalam kepala. Bisu. Namun rindu akan gelora-gelora itu. Huruf-huruf qwerty itu terabaikan penuh debu. Untung saja belum usang. Tak sampai. Padahal sudah memberikan rayuan yang mendayu-dayu. Hanya saja kalbu masih tertutup kabut. Buta. Tak terlihat lagi gunung, laut, dan padang rumput imajinasi di seberang sana. Kemana perginya? Jiwa ini telah rindu. Bagai berabad-abad menunggu kalbu yang masih tertutup kabut. Jemari pun juga begitu. Menunggu. Mungkin. Menunggu musik yang dapat membuatnya menari lagi. Nah, itu masalah baru. Musik macam apa agar jemari dapat menari kembali? Ataukah jemari yang telah tuli? Mungkin. Namun benarkah? Sedangkan kalbu terus bertanya darimana datangnya kabut tebal itu? Kapan perginya? Putih. Dingin. Basah. Sampai sering kalbu terjatuh terantuk batu yang tak dapat dilihatnya. Untung saja batu. Bukan jurang. Ternyata ia juga rindu melihat gunung, laut, dan padang rumput. Rindu mendengar musik kicauan burung-burung yang dapat membuat jemari menari. Mungkin. Kabut itu, kapankah akan berakhirnya? Atau kabut punya tujuan tertentu? Yang tak dimengerti oleh mereka yang berharap, menunggu, dan mencari tahu. Mungkin.  

Sendirian di tengah pagi buta
Diantara meja keramik dan botol aqua
Diatas skuter anjing warna kuning
Karena tak bisa tidur
Minggu, 27 Juli 2014 (hari ke 29 ramadhan 1435 H)
at 2.13



Emang cuma sedikit. Dan juga dengan sedikit harapan. Gue cuma berharap mendapat jawaban. Hahaha.. See ya next time! Merci, merci..

by: Meredith Sfazmi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar