Rabu, 01 Juli 2015

Seperlima

Hai, alohaa..

Kali ini gue mau nge post tulisan yang gue tulis beberapa jam lalu sebelum tidur. Ini dia... (tada.. tada.. tada... kayak ada musik-musik gitu. Hihiww).

Sekarang tepat tiga puluh menit sebelum detik-detik tanggal tiga puluh Juni berakhir. Hari dimana gue ada di dunia dua puluh tahun yang lalu. Gue merasa aneh. Satu hal yang kayaknya ga semua orang merasakan hal yang sama di hari kelahirannya bertahun-tahun kemudian. Ahahhaaha, begitulah~ (tawa ini juga mungkin terbaca secara aneh). Well, gue merasa aneh karena gue ga pernah menyangka akan mencapai usia ini. Really. Hm.. let me tell you something important untuk ngejelasin ini. Gue ga pernah berpikir untuk jadi dewasa. HA! Terlalu kekanakan kah pemikiran gue? Entah. Since I was a little girl, gue ga pernah kepikiran untuk jadi dewasa (even right now, still think so).
Ga pernah gue ngebayangin kalo gue bakal dewasa. Yahh.. gue pernah ngebayangin yang namanya menikah dan punya anak kayak anak-anak atau remaja cewek pada umumnya. Tapi gue ga pernah ngebayangin semua itu dengan bayangan gue sebagai orang dewasa. Gue ga pernah berpikir untuk jadi dewasa (ini kalimat udah gue ulang berapa kali?), karena di pikiran gue jadi dewasa ga akan pernah menyenangkan. Ga akan ada lagi tawa yang lepas, ga akan ada lagi imajinasi-imajinasi yang menarik, ga akan ada lagi hal-hal yang terasa amat menyenangkan. Makanya gue selalu berusaha untuk menghadirkan semua itu. Tapi cuma satu yang bisa gue pertahankan untuk tetap ada. Imajinasi. Karena emang ga ada lagi hal yang sangat amat menyenangkan, entah sejak gue di usia ke berapa. Dan karena emang ga ada lagi tawa gue yang lepas (mungkin ada, tapi perbandingannya kayak tingkat kesalahan dalam statistik, 5% atau 1%) sejak gue menginjak masa remaja. Iya sedih. Bertambah usia selalu ngebuat gue sedih. Sedih dengan semakin berkurangnya sisa waktu yang gue punya. Sedih, dengan segala hal yang udah gue sebutin tadi. Makanya gue ga pernah berpikir untuk jadi dewasa (fine, ini udah berapa kali?).
Ohya, gue udah sempet bikin puisi (yang entah akan bagaimana terdengarnya atau terbacanya oleh orang lain). Puisi ini masih belom ada dimana-mana, karena masih ada di kepala. Gue buat ini, layaknya doa sebelum tidur yang gue lantunkan dalam hati di malam terakhir tahun kesembilan belas gue. Here they are...

Ini adalah malam terakhirku
Esok hari saat matahari terbit adalah tahun baru usiaku
Hanya tinggal berlalu beberapa jam lagi
Kemudian beberapa menit lagi
Dan beberapa detik lagi

Tuhanku
Esok usiaku di tahun kedua puluh
Jika Kau mau,
Kau bisa mengambil nyawaku
Aku tidak lagi hidup di dunia ini, wahai Tuhanku

Ya, aku hidup
Kau tahu, hidup penuh debu
Tiada artinya
Tiada pernah ada artinya kehidupanku
Lalu mengapa saja tak Kau ambil nyawaku?
Jadi kesedihanku hanya akan sampai disini

Katanya semua ini hanya fatamorgana
Kebahagiaan pun katanya fatamorgana
Kalau semuanya fatamorgana,
Dengan kepalsuan setiap insan,
Aku berharap padaMu dengan kesungguhan
Untuk keluar dari jeratan ilusi dunia yang begitu fana

Mutiara selalu berjatuhan
Berjatuhan dengan kepasrahan dan juga kesedihan
Untuk orang lain, untuk orang yang (mungkin) mencintaiku
Berharap, untuk mereka semua
Untukku? Tidak..
Aku hanya berharap agar dapat menemukan jalan yang baik
Bagiku, meski aku tak merasa begitu hanya karena belum tahu

Rabu, 1 Juli 2015 at 0.17

So, itulah hal yang gue tulis beberapa jam yang lalu via laptop. Ceritanya modem internetnya berada jauh dari tempat gue ngetik. Sehingga gue males untuk turn on the modem (apalah itu bahasanya -_-" )


Merci

Meredith Sfazmi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar