Hai. Aloha..
Selamat malam menjelang pagi.. Gue lagi browsing tentang apapun. Yup apapun like, symptoms yang pernah dan atau lately attacks me, terus.. well, others was everything that flashed in my head. And one of things that flashed is something happened yesterday. Kemarinnya itu maksudnya dua hari yang lalu berhubung sekarang ternyata udah masuk hari baru lagi. Ada hal penting yang dialami salah seorang teman. Tapi hal penting ini adalah suatu peristiwa yang menggembirakan, peristiwa yang menyenangkan bagi dirinya (mungkin juga bagi teman-temannya yang lain. Bagi gue? Itu biasa aja. Fine, emang peristiwa menggembirakan, tapi rasanya ga perlu dibesar-besarkan banget, kan?)
Gue bukan ga ikut seneng, bukan. Bukan karena hal (yang mungkin tidak sengaja) dia lakukan yang telah menyakitkan. Gue bisa dengan mudah memafkan orang lain. Really, itu hal paling mudah yang bisa gue lakuin. Gue bisa ngelupain rasa sakit yang orang lain kasih ke gue dalam beberapa menit sampai paling sehari. Meski gue ga lupa kejadiannya, tapi gue bisa memaafkan dan melupakan rasa sakitnya. Gue tau saat itu adalah satu diantara hari bahagia lo. Gue tau dia bahagia saat itu dan gue juga seneng seneng aja. Gue cukup dengan melihat kebahagiaan seseorang. Tapi kalo orang lain jadi gue, mereka akan memberikan ucapan selamat. Gue canggung dalam segala hal, begitupun dengan memberikan ucapan selamat (bahkan hanya sekedar memberikan ucapan selamat ulang tahun pun rasanya benar-benar aneh). Tadinya, gue cuma beda 5-10 langkah dari dia. Disitu sepi. Jadi gue pikir, gue bakalan ada disitu untuk ngasih ucapan selamat ke dia karena kayaknya ga akan ada orang yang ngasih dia ucapan selamat. Meski gue inget kalo gue harus cepet-cepet pulang, gue tetep disitu, sampai beberapa orang tiba.
Jadi gue memutuskan untuk pulang. Orang-orang yang berkerumun semakin banyak, dan gue semakin yakin kalo gue emang harus pergi dari sana. Seorang diantaranya, melihat gue dan mungkin merasa bingung hingga ia mengajukan sebuah pertanyaan, "Sun, lo ga ikutan?". Sayang banget, dia akan tetap berada dalam kebingungannya karena gue hanya menjawabnya dengan sebuah tatapan yang ga akan mungkin dia mengerti. Gue melangkah pergi saat si penanya itu menyerah dengan jawaban tatapan gue. Gue pergi, menghilang. Gue melenyapkan diri dari keramaian yang menggembirakan. Enggak. Buat apa gue ada disana? Dia udah dapetin kebahagiaannya. Dia juga dapetin banyak ucapan selamat. Gue bukan orang penting, kok, buat dia. Dia ga akan nyari gue. Dan bahkan udah banyak ucapan selamat yang akan dia dapetin. Jadi gue ga perlu lagi unuk berada disitu. Gue ga akan ada disaat-saat kayak gitu. Saat dimana dia ga akan butuh gue. Well, tapi gue bakalan berusaha untuk selalu ada saat dia butuh gue.
Seseorang yang lain lagi selalu marahin gue karena gue selalu nolongin orang lain, dan kadang ga mikirin diri gue atau apa akibatnya untuk diri gue. Karena kenapa? Karena orang lain (semua orang) akan dateng ke gue saat gue ga butuh mereka (it means, mereka yang butuh gue). Dan saat gue sangat amat membutuhkan orang lain? No one comes. Ga akan. Ga akan ada tangan yang terulur. Ga akan ada hati yang merasa cemas. Ga akan ada mata yang sibuk mencari. Ga akan. Sedangkan gue sendiri? Gue terlalu pandai untuk menutupi berbagai hal. Gue terlalu pandai untuk berpura-pura. Sampai semua orang seakan buta. Mataku dapat menembus matamu. Mataku dapat membaca kegelisahan yang disembunyikan. Lalu mengapa tak ada mata yang dapat membaca sikapku? Gue emang selalu di ruang hampa. Ga akan pernah keluar. Lagian, ga akan ada juga yang mencari. Hah.
Well, sampe disini tulisan gue kali ini. See ya next time.
nb: Gue ga tau ini gue sebenernya mau nyeritain siapa. Entah dia, entah diri gue sendiri. Just info, semua tokoh dalam tulisan ini perempuan
Merci
Mere
Tidak ada komentar:
Posting Komentar